Jurnal Gunung Kidul
  • Feature
  • Opini
  • Ulasan
No Result
View All Result
Menu Jurnal Gunung Kidul
  • Feature
  • Opini
  • Ulasan
No Result
View All Result
Social icon element need JNews Essential plugin to be activated.
logo Jurnal Gunung Kidul
No Result
View All Result
Home Opini

Dari Covid-19 Kita Tahu Pariwisata adalah Industri yang Rapuh

Triyo Handoko by Triyo Handoko
7 May 2020
4 min read
0 0
Dari Covid-19 Kita Tahu Pariwisata adalah Industri yang Rapuh

Ilustrasi dari Pinterest

Share on FacebookShare on Twitter

Akibat pandemik Covid-19, sektor pariwisata nasional diperkirakan merugi sebesar US$ 4 miliar atau Rp 60 triliun (dalam kurs Rp 15.000 per dolar AS), hal tersebut diungkapkan Wishnutama, Menteri Pariwisata. Padahal sektor ini menjadi andalan pemerintah Jokowo. Menjadi andalan karena pendapatan negara dari sektor pariwisata setiap tahun meningkat.

Pada 2013, misalnya, pendapatan negara dari sektor ini tercatat 10,1 miliar dolar AS, naik menjadi 12,2 miliar dolar AS pada 2015.  Bahkan pada tahun 2019, sektor pariwisata sudah mengalahkan sektor minyak dan gas dalam urusan pendapatan negara. Angkanya sebesar Rp. 290 triliun.

Tidak heran program 10 Bali Baru menjadi program prioritas pemerintah. Lewat program ini pembangunan infrastruktur di daerah, khususnya daerah yang memiliki potensi pariwisata terus digenjot. Dari pembangunan bandara, pelabuhan, hingga jala tol terus dikebut. Untuk menunjang sektor pariwisata, agar tidak terus bertumpu pada Bali.

Secara global, industri pariwisata menjadi primadona. Banyak negara sejak satu dekade terakhir berlomba-lomba untuk dikunjungi wisatawan dari manca negara. Sektor ini menempati posisi pertama untuk perdagangan jasa yang menjanjikan di seluruh dunia, menurut laporan United Nations World Tourism Organization pada 2015.

Namun kemudian, pariwisata bisa tumbuh dengan pesat karena belanja pariwisata yang besar. Satu-satunya hal yang menjadi faktor belanja pariwisata adalah wisatawan itu sendiri. Gaya hidup boros khas kelas menengahlah yang menggerakan industri pariwisata. Lagi pula pariwisata bukanlah kebutuhan pokok setiap orang.

Berbeda dengan industri lain. Industri pertaniaan, misalnya, tidak ada yang tidak membutuhkan hasil pertaniaan. Paling tidak olahan hasil pertaniaan, semua orang apapun kelas sosial, latar belakang, dan keberagaman yang ada pasti membutuhkan. Turunan dari industri pertaniaan juga banyak. Tidak hanya satu lampisan.

Berbeda sebaliknya dengan industri pariwisata. Segementasinya terbatas pada kelas menengah ke atas. Turunan industrinya tidak ada. Lantaran bagian dari turunan terakhir dari industri penyangga di bawahnya, misalnya industri transportasi. Sehingga jika industri penyangganya runtuh, maka runtuhlah industri pariwisata.

Biro jasa perjalanan, pertokoan souvenir, hotel, hingga restoran sebagai bagian dari industri pariwisata menjadi korban pertama di masa pandemik Covid-19. Dimana pembatasan bahkan penutupan pada akses perjalanan diberlakukan. Keramaian—yang menjadi kekhasan pariwisata—dilarang.

Sebelum adanya pandemik Covid-19, soal industri pariwisata kita sudah diperingati untuk tidak menggantungakan perekonomian pada sektor ini. Tepatnya pada pristiwa Bom Bali I dan Bom Bali II. Dimana waktu itu banyak negara yang memberlakukan larangan mengunjungi Bali, karena tidak aman. Hasilnya, pelaku industri pariwisata yang menjadi mayoritas mengalami kerugian besar. Tidak sedikit yang gulung tikar.

Berlomba di Pariwisata Berlomba menjadi Rentan

Permasalahannya sejak satu dekde terakhir, dari kancah global, nasional, hingga lokal, setiap institusi hingga individu berlomba untuk memenangkan sektor pariwisata. Akibatnya banyak kebijakan yang dihasilkan hanya mementingkan bagaimana pariwisata dapat menjadi sektor yang menghasilkan pundi-pundi. Tanpa melihat ancaman dan kerugian dari sisi lain yang dihasilkan dari sektor pariwisata.

Iklim persaingan di sektor pariwisata yang konon menjanjikan kesejahteraan menjadikan banyak orang meninggalkan profesinya untuk bergelut di sektor ini. Banyak petani dan nelayan di daerah pinggiran, yang karena dijanjikan bahwa sektor pariwisata akan mengangkat perekonomiannya, beralih profesi.

Mereka yang tidak punya modal di sektor pariwisata, kemudian mencari jalan dengan menjual asetnya di sektor usaha sebelumnya. Misalnya petani menjual tanahnya, atau nelayan menjual perahu dan peralatan penangkap ikan lainnya. Bagi yang tidak punya aset, bukan berati tidak berlomba di sektor pariwisata. Banyak yang rela menjadi buruh pengusaha-pengusaha besar di sektor pariwisata.

Padahal yang paling diuntungkan dari sektor pariwisata adalah mereka yang memiliki modal besar. Mereka yang dapat menyediakan fasilitas mewah nan lengkap bagi wisatawan. Pada pandemik Covid-19 tentu semua lapisan di sektor pariwisata, entah lapisan paling atas hingga bawah terpukul semua.

Akan tetapi, siapa yang paling terpukul? Mereka yang sudah menggantungkan hidupnya pada usaha kecilnya. Dimana ketika masa sebelum pandemik Covid-19 penghasilannya juga pas-pasan karena persaingan. Apalagi dalam masa pandemik ini.

Paling tidak dengan pandemik Covid-19 ini kita bisa belajar. Bahwa sektor pariwisata tidak semengiurkan itu. Sektor ini mudah terancam oleh banyak hal. Sehingga tidak tepat menggantungkan perkonomian pada sektor pariwisata.

Tags: GunungkidulPariwisata
ShareTweetSend
Triyo Handoko

Triyo Handoko

Categories

  • Feature
  • Opini
  • Ulasan

Tags

Anak BPJS Bunuh Diri Covid19 Dewan Riset Daerah Gunungkidul Guru Honorer intoleransi Karst Gunung Sewu Kebijakan Daerah kekerasan Kekeringan Kesehatan Jiwa Kesehatan Mental Lingkungan Pariwisata Pembangunan Pendidikan Penghayat Kepercayaan Perempuan Perkawinan Anak Riset
Social icon element need JNews Essential plugin to be activated.
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan

Jurnal Gunungkidul

  • Feature
  • Opini
  • Ulasan

Jurnal Gunungkidul

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In